heloww :D

Senin, 03 Desember 2012

model model pembelajaran

Kumpulan Model-Model Pembelajaran. Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya guru (pengajar) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia dan kondisi guru itu sendiri.

Berikut disajikan beberapa model pembelajaran untuk dipilih dan dijadikan alternatif (Silakan Klik Link masing-masing model pembelajaran untuk mengetahui penjelasan singkat) :
  1. CL (Cooperative Learning)
  2. CTL (Contextual Teacing and Learning)
  3. RME (Realistic Mathematics Education)
  4. DL (Direct Learning)
  5. PBL (Problem Based Learning)
  6. Problem Solving
  7. Problem Posing
  8. OE (Open Ended)- Problem Terbuka
  9. Probing-Prompting
  10. Pembelajaran Bersiklus (Cycle Learning)
  11. Reciprocal Learning
  12. SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy)
  13. TGT (Teams Game Tournament)
  14. VAK (Visualization, Auditing, Kinstetic)
  15. AIR (Auditory, Intellectuality, Repetition)
  16. TAI (Team Assisted Individuality)
  17. STAD (Student Team Achievement Division)
  18. NHT (Numbered Head Together)
  19. Jigsaw
  20. TPS (Think Pair Share)
  21. GI (Group Investigation)
  22. MEA (Mean ands Analysis)
  23. CPS (Creative Problem Solving)
  24. TTW (Thing Talk Write)
  25. TS-TS (Two Stay-Two Stray)
  26. CORE (Connection, Organizing, Reflecting, Extending)
  27. SQ3R (Survey, Question, Recite, Review)
  28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
  29. MID (Meaningful Instructional Design)
  30. KUASAI
  31. CRI (Certainly of Response Index)
  32. DLPS (Double Loop Problem Solving)
  33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)
  34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading and Compositon)
  35. IOC (Inside Outside Circle)
  36. Tari Bambu
  37. Artikulasi
  38. Debate
  39. Role Playing
  40. Talking Stick
  41. Snowball Throwing
  42. Student Fasilitator ang Explaining
  43. Course Review Horay
  44. Demonstration
  45. Explicit Instruction
  46. Scramble
  47. Pair Checks
  48. Make-A-Match
  49. Mind Mapping
  50. Examples non Examples
  51. Picture and Picture
  52. Cooperative Script
  53. LAPS-Heuristik
  54. Improve
  55. Generatif
  56. Circuit Learning
  57. Complete Sentence
  58. Concept Sentence
  59. Time Token
  60. Take and Give
  61. Superitem
  62. Hibrid
  63. Treffinger
  64. Kumon
  65. Quantum

Pembelajaran Diskusi Kelas Strategi Numbered Head Together (NHT)

Pembelajaran Diskusi Kelas Strategi Numbered Head Together (NHT)
Dalam penerapan pendekatan konstruktivisme pada tahap diskusi memerlukan suatu model diskusi yang sangat mendukung dalam penerapan pendekatan konstruktivisme agar siswa berperan aktif selama proses pembelajaran. Model diskusi yang digunakan oleh peneliti adalah Numbered Head Together (NHT).

1. Pengertian Numbered Head Together (NHT)
Numbered Head Together atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional (Trianto, 2007: 26). Numbered Head Together dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide, mempertimbangkan jawaban yang paling tepat serta mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama antar anggota kelompok.

2. Implementasi Pembelajaran Diskusi Kelas Numbered Head Together (NHT)
Dalam pendekatan kontruktivisme, strategi diskusi Numbered Head Together ini perlu dikembangkan agar siswa dapat menemukan jawaban pertanyaan yang diberikan guru sebagai pengetahuan yang utuh melalui diskusi dengan anggota kelompok. Trianto (2007: 62) mengungkapkan pada strategi diskusi Numbered Head Together terdapat empat fase, yaitu:

a. Fase 1 : Penomoran
Pada fase ini siswa dibagi ke dalam kelompok dan kepada setiap anggota kelompok mendapatkan nomor sesuai dengan jumlah anggota kelompok.
b. Fase 2 : Mengajukan pertanyaan
Pada fase ini tiap-tiap kelompok menerima pertanyaan dari guru melalui lembar kerja kelompok.
c. Fase 3 : Berpikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya melalui diskusi dengan anggota kelompoknya untuk menjawab pertanyaan dengan benar yang terdapat pada lembar kerja kelompok yang dibagikan oleh guru.
d. Fase 4 : Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan menjawab pertanyaan.


Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2012/05/pembelajaran-diskusi-kelas-strategi.html#ixzz2DzfhaiMz

Model Pembelajaran RME atau Realistic Mathematics Education

Model Pembelajaran RME atau Realistic Mathematics Education
a. Pengertian RME
Pembelajaran matematika realistik adalah atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82) dimana menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.

Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata. 

b. Komponen RME
Dalam pembelajaran matematika realistik ada tiga prinsip kunci yang dapat dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran. 
• Reinvention dan Progressive Mathematization (“penemuan terbimbing’ dan proses matematisasi yang makin meningkat). Menurut Gravemijer (1994: 90), berdasar prinsip reinvention, para siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat matematika ditemukan. Sejarah matematika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip reinvention dapat pula dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam hal ini strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur penyelesaian formal. Untuk keperluan tersebut maka perlu ditemukan masalah kontekstual yang dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal (progressive mathematizing).

• Didactical phenomenology (Fenomena yang mengandung muatan didaktik). Gravemeijer (1994: 90) menyatakan, berdasarkan prinsip ini penyajian topik-topik matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan yaitu (i) memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan (ii) kesesuaiannya sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing. Topik-topik matematika yang disajikan atau masalah kontekstual yang akan diangkat dalam pembelajaran harus mempertimbangan dua hal yakni aplikasinya (kemanfaatannya) serta kontribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya. Terkait dengan hal di atas, ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab yaitu :bagaimana kita mengidentifikasi fenomena atau gejala yang relevan dengan konsep dan gagasan matematika yang akan dipelajari siswa, bagaimana kita harus mengkonkritkan fenomena tau gejala tersebut, apa tindakan didaktik yang diperlukan untuk membantu siswa mendapatkan pengetahuan seefisien mungkin.

• Self-developed models (Pembentukan model oleh siswa sendiri), Gravemeijer (1994: 91) menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada (entity) yang dimiliki siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam formal matematika.

Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik dan komponen sebagai berikut.
1. The use of context (menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.
2. Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model), artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.
3. Students constribution (menggunakan kontribusi siswa), artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.
4. Interactivity (interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.
5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

c. Penerapan Model RME di Kelas
Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa benar-benar memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.


Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2011/08/model-pembelajaran-rme-atau-realistic.html#ixzz2DzczmSYx

model pembelajaran


Model Pembelajaran CORE

Model pembelajaran core yaitu model pembelajaran yang mencakup empat aspek kegiatan yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending. Adapun keempataspek tersebut adalah :
  • Connecting (C)Merupakan kegiatan mengoneksikan informasi lama dan informasi baru danantar konsep.
  • Organizing (O)Merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi.
  • Reflecting (R)Merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasiyang sudah didapat.
  • Extending (E)Merupakan kegiatan untuk mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

Karakteristik Model pembelajaran Core
Model pembelajaran yang menekankan kemampuan berpikir siswa untuk menghubungkan, mengorganisasikan, mendalami,mengelola, dan mengembangkan informasi yang didapat. Dalam model ini aktivitas berpikir sangat ditekankan kepada siswa. Siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis terhadap informasi yang didapatnya.Kegiatan mengoneksikan konsep lama-baru siswa dilatih untuk mengingatinformasi lama dan menggunakan informasi/konsep lama tersebut untuk digunakandalam informasi/konsep baru. Kegiatan mengorganisasikan ide-ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola informasi yang telah dimilikinya. Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan memperdalam, menggali informasi untuk memperkuat konsep yang telah dimilikinya.

Extending, dengan kegiatan ini siswa dilatih untuk mengembangkan, memperluasinformasi yang sudah didapatnya dan menggunakan informasi dan dapat menemukankonsep dan informasi baru yang bermanfaat.

Keunggulan dan kelemahan
Keunggulan
Siswa aktif dalam belajar
Melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep/informasi
Melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah
Memberikan pengalaman belajar kepada siswa,karena siswa banyak berperan aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

Kelemahan
Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini.
Menuntut siswa untuk terus berpikir kritis.
Memerlukan banyak waktu.
Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model core.

Sintaks
  1. Membuka pelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa yaitu menyanyikanyang mana isi lagu berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
  2. Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru olehguru kepada siswa. Connecting (C),
  3. Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswadengan bimbingan guru. Organizing (O)
  4. Pembagian kelompok secara heterogen(campuran antara yang pandai, sedang,dan kurang),terdiri dari 4-5 orang.
  5. Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapatdan dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa. Reflecting (R)
  6. Pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan,melalui tugasindividu dengan mengerjakan tugas. Extending (E)









Mengenai Saya

Foto saya
Jl. Kelapa gading 4 Blok 4b no.129 .Perumnas Talang Kelapa palembng km 10 TELP 081216808325 081272143642

o'clock

My tweet

https://twitter.com/putriihandyani